Tuesday, December 05, 2006

SURAT CINTA UNTUK IBU-IBU PERINDU SURGA (Ada Apa Dengan Poligami?)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Ba'dha tahmid dan sholawat.
Mohon maaf jika surat saya tidak berkenan. Di sini saya tidak bermaksud menggurui siapapun, apalagi merasa sok pintar. Saya akan mengutarakan isi hati saya tentang satu hal, mohon diijinkan.

Seorang online buddy berbincang sejenak dengan saya via YM kemarin siang. Begini isinya :
Cati : seluruh indonesia lagi pada ngebicarain AA nih...
Endah : gpp, nanti jg reda
Cati : memang ga disangka ga dinyana sih yah..
Endah : kalo aku sih gpp, kalo semuanya ikhlas :-)

Belum tuntas pembahasan itu, komputer mati. Maklumlah, ada renovasi di kantor dan kebetulan mendapat bagian kabel yang agak error. Apalagi saya musti cepat-cepat pergi, karena hari itu didaulat untuk menjadi Trainer. Percakapan itu belum berlanjut, makanya saya teruskan di sini agar tuntas.

Membahas poligami termasuk hal seru, terutama di kalangan ibu-ibu. Saya sendiri punya pengalaman 'menyayangkan' dalam hal ini. Ya, dulu ketika lagi menyusun buku profil muslimah sukses, beberapa nara sumber menyesalkan adanya satu profil di buku sebelumnya (Seri Muslim-nya). Gara-garanya, Bapak yang turut dimasukkan dalam buku tersebut adalah pelaku poligami. Tanpa perlu disebut namanya, ibu-ibu juga sudah hafal. Para ibu-ibu ini sangat menentang konsep poligami dan membenci pelakunya. Bahkan, sempat keluar kata-kata kasar untuk melampiaskan kegeramannya.

Kini, ibu-ibu ini kembali ramai dengan kasus serupa. Termasuk di sini , dan di sini. Ada yang mengaku kecewa, benci, sebel, protes, cuapee, tidak mau mendengar ceramah beliau lagi dan berbagai kekhawatiran lainnya. Tulisan ini tidak untuk menunjuk siapa salah dan siapa benar. Saya tidak bermaksud membela siapapun di sini. Awalnya saya juga tidak ambil pusing dengan top berita heboh pekan ini . Meski di email sudah ada yang memberi tahu, tapi saya belum tertarik membacanya. Hingga mendengar kehebohan ibu-ibu, terbersit keinginan untuk sumbang saran, siapa tahu bisa sedikit mencerahkan.

Ya, masalah poligami sebenarnya sudah ada sejak zaman baheula. Islam sendiri menyarankan kepada para laki-laki untuk beristri 2, 3, atau 4, dan bukan 1. Huuuuu...tenang ibu-ibu! Mungkin kurang enak ya diperlakukan demikian. Kita tidak bisa 'menguasai' suami kita seorang diri. (Kita? emang Endah udah punya gitu..hehe, suami ibu-ibu maksudnya).

Oke, mari kita teropong konsep poligami dengan kaca mata jernih. Pertama, jika kita gali, bukankah poligami merupakan salah satu konsep dari Allah? Karenanya, apakah boleh menerima satu bentuk ibadah saja dan mengingkari yang lainnya?

Tidak melakukan poligami tentu sah-sah saja. Masalahnya, haruskah kita meragukan hukum Allah tersebut? Bisakah kita mengakui sholat, zakat, puasa, asalkan jangan poligami! "Saya Islam, tapi saya nggak suka kalau ada yang poligami", kebanyakan kita akan berfikir demikian. Tidak jarang para ibu-ibu lebih memilih diceraikan ketimbang harus dipoligami. Padahal, apakah kondisi menyendiri sudah pasti lebih aman daripada dimadu?

Ibu-ibu yang terhormat, saya tidak akan menyudutkan siapapun di sini. Saya memahami sekali perasaaan sebagai seorang perempuan. Toh suatu saat jika Allah berkehendak, saya juga akan menjalani profesi sebagai seorang ibu. Lalu mengapa saya tega berkata begini?

Permasalahannya bukan pada tega atau tidak tega. Tapi, bagaimana kita menerima keseluruhan paket yang Allah berikan, tanpa dipotong-potong. Bukankah kita sudah diingatkan, dalam surat Al Baqarah: 208 "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu."

Dalam segala hal, andaikan saja kita bisa memilih, maka kita menginginkan yang terbaik dan satu-satunya, tanpa ada bandingannya. Tidak ada yang kedua, ketiga atau keempat. Jika hanya menuruti ego, maka siapapun akan memilih hal itu. Namun, ketika kita mengaku Islam dan memilih Islam sebagai jalan hidup, maka tidak ada tawar-menawar dalam hal ini. Bukan berarti harus menjalani, namun kita meyakini bahwa poligami adalah syariah Allah, yang didalamnya ada hikmahnya. Keterbatasan kita sebagai manusialah yang kadang tidak dapat mengambil hikmah darinya. Jika kita berkaca, betapa banyak muslimah yang sudah cukup umur dan masih melajang? Apa salahnya berbagi suami, jika itu bisa menjadi solusi. (Mohon maaf, jangan salah paham, ini bukan permohonan untuk dibagi). Dan anehnya, kita justru merestui TTM maupun SLI. Bukankah ini justru mendekatkan diri pada zina?

Ibu-ibu yang terhormat, jika pada akhirnya Allah menentukan skenario kita seperti itu, siapakah kita hingga harus menolak ketetapan-Nya? Seberapa besarkah kekuatan kita untuk menolak takdir Allah? Jika hari ini kita belum sanggup menjalaninya, minimal kita terima konsepnya. Sesungguhnya tidak ada yang sia-sia sedikitpun dari ketetapan Allah. Dan, bukankah kita tidak ingin tergolong hamba-Nya yang ingkar? Na'udzubillahimindzalik. Saya berharap lain kali ada yang mau bercerita betapa indahnya hidup berpoligami. Kadang kita terlalu berburuk sangka terhadap mereka ini. Justru, betapa sok pintarnya kita jika mengklaim bahwa poligami seseorang karena faktor nafsu semata. Bukankah itu hanya urusan dia dan Rabb-nya saja?

Nah, kamu sendiri gimana Ndah? Emang sudah siap jika hidup ala poligami?

Masya Allah, saya akan bertanya pada diri saya sendiri : "siapakah saya dan apa kekuatan saya untuk menghalangi ketetapan-Nya?" Jika ditanya tentang kesiapan, mungkin kita tidak akan siap. Hanya satu keyakinan bahwa Allah tidak akan pernah menguji hamba-Nya di luar kesanggupannya. Jika Allah merasa kita mampu, bisa jadi Allah akan menetapkan jalan hidup yang demikian. Saya hanyalah seorang lakon sebuah skenario terbaik dari SUTRADARA TERBAIK. Karenanya, saya ingin menjalani lakon hidup saya dengan sebaik-baiknya. Tuntun saya ya Rabb!!

Yach, bukankah dunia ini hanya sebentar saja? Lagipula, bukankah tidak ada kebahagiaan yang abadi, kecuali surga-Nya?

So, jika mengaku Muslimah, musti ambil paketnya dung ;-)

Wassalam

Cati, beginilah Islam memandang poligami (jika kamu ingin mengetahui).

author: Endah Widayati

No comments: